LAILAHAILLAH_MUAHAMMADURASULULLAH

2013/02/13

Mujahidin Al-Qaidah Mali Tantangan Baru yang Besar bagi PENTAGON


Mujahidin Al-Qaidah Mali Tantangan Baru yang Besar bagi PENTAGON

AMERIKA SERIKAT.(voa-islam.com) – Selasa (12/02/13) surat kabar New York Times mempublikasikan bahwa kepemimpinan Pentagon di Afrikan, yang telah dibentuk lima tahun lalu untuk fokus melatih puluhan angkatan bersenjata puluhan Negara – Negara Afrika dan memperkuat program sosial-politik-ekonomi, menghadapi tantangan yang besar sat ini.
Harian tersebut  mengatakan bahwa tantangan baru ini adalah berasal dari generasi baru pejuang Islam yang sedang menguji kemampuan AS untuk memberantas terorisme tanpa terseret le dalam sengketa yang besar.
Dalam konteks laporan yang disiarkan pada hari Selasa di situs elektroniknya, Times menambahkan bahwa beberapa kritikus di militer dan kongres bertanya – Tanya tentang kepemimpinan dengan misi ganda.
Beberapa anggota parlemen memperingatkan bahwa AFRICOM, yang berbasis di Jerman, mengalami kekurangan mitra dan pendanaan karena tantangan yang meliputi perang melawan pejuang Al-Qaidah di Mali dan pejuang Islam kelompok lain di Libya.[usamah/imo]

Cara-cara Shalat dalam Keadaan Perang


Cara-cara Shalat dalam Keadaan Perang


SHALAT KHAUF


Al-Khauf artinya khawatir, takut, lawan dari al-Amn (merasa aman). Adapun yang dimaksud shalat Khauf ialah shalat yang dilakukan dalam situasi perang melawan musuh. Karena shalat dalam keadaan demikian memperoleh beberapa keringanan-keringanan dan kemudahan-kemudahan – terutama bagi shalat jamaah – yang tidak terdapat pada shalat lainnya.


Dasar disyari’atkannya shalat Khauf adalah ayat-ayat dan hadits-hadits, yang akan kita temui nanti ketika menerangkan tentang situasi-situasi dan cara-cara shalat ini.


SITUASI-SITUASI


SHALAT KHAUF Ada dua keadaan yang mempengaruhi bentuk shalat Khauf ini, sesuai dengan situasi perang:


SITUASI PERTAMA:


Yaitu saat berjaga-jaga dan bersiap siaga sebelum terjadinya pertempuran. Dalam keadaan demikian, shalat mengambil bentuk tertentu, berlainan sedikitdari bentuk shalat pada umumnya, diakrenakan kaum muslimin ingin agar shalat senantiasa dilaksanakan berjamaah, dipimpin oleh pemimpin besar atau panglima tertinggi mereka, atau seorang yang mewakili kedudukannya dalam mengatur pertempuran.


Disyari’atkannya shalat Khauf dalam keadaan seperti ini, ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala:


Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), Maka hendaklah mereka pindahdari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orangkafir itu. (Q.S. an-Nisa’: 102).


Fa idza sajadu: apabila mereka telah bersujud. Maksudnya, apabila orang-orang yang shalat beserta kamu telah menyelesaikan shalatnya, maka hendaklah mereka pergi menjaga kamu.


Bentuk shalat Khauf yang diterangkan pada ayat tersebut di atas, mempunyai dua cara – yang diterangkan oleh Rasulullah SAW lewat praktek beliau – yang saling berbeda menurut perbedaan posisi musuh terhadap kaum muslimin, dan apakah mereka berada di arah kiblat atau tidak.


Cara Pertama


Cara yang pertama ialah di kala musuh berada di arah kiblat, sedang pertempuran belum berkecamuk.


Apabila para tentara hendak melakukan shalat berjamaah, dan tidak ingin membagi shalat mereka menjadi beberapa kelompok, agar memperoleh keutamaan satu jamaah yang besar, maka hendaklah imam mengatur mereka menjadi dua barisan, atau empat, atau lebih banyak lagi, dan shalatlah bersama mereka.


Apabila imam sujud, maka yang ikut bersujud hanya shaf yang terdekat dengannya saja, manakala jamaah dibagi menjadi dua shaf. Adapun kalau dibagi menjadi empat, maka yang ikut bersujud dua shaf yang terdekat, demikian seterusnya. Sedang selebihnya tetap berdiri, menjaga kawan-kawan mereka terhadap serangan yang tiba-tiba atau semisalnya.


Apabila imam bangkit beserta mereka yang bersujud bersamanya, barulah yang lain-lain sujud lalu menyusul imam berdiri untuk rakaat kedua.


Apabila imam sujud untuk rakaat kedua, maka hanya diikuti oleh mereka yang pada rakaat pertama tadi tidak ikut sujud bersamanya. Sedang yang pada rakaat pertama tadi ikut sujud, sekarang tidak.


Dan akhirnya, semuanya duduk bersama-sama untuk bertasyahud dan salam.


Cara shalat seperti ini telah dilakukan oleh Rasulullah pada suatu peperangan, yaitu perang ‘Usfan. Dengan demikian menjadi suatu sunnah pada tiap keadaan yang menyerupainya.


Al-Bukhari (902) telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas RA, dia berkata:
قَامَ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ قَامَ النَّاسُ مَعَهُ، فَكَبَّرَ وَكَبَّرُوا مَعَهُ، وَرَكَعَ نَاسٌ مِنْهُمْ، ثُمَّ سَجَدَ وَسَجَدُوا مَعَهُ، ثُمَّ قَامَ لِلثَّانِيَةِ فَقَامَ الَّذِيْن سَجَدُوا وَحَرَسُواِلاِخْوَانِهِمْ، وَاَتَتِ الطَائِفَةُ اْلاُخْرَى فَرَكَعُوْا وَسَجَدُوا مَعَهُ وَالنَّاسُكُلُّهُمْ فِى صَلاَةٍ، وَلَكِنْ يَحْرُسُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا


Nabi SAW berdiri, dan orang-orang berdiri bersama beliau. Maka beliau pun takbir, dan mereka pun takbir bersama beliau. Lalau ada beberapa orangdari mereka yang ikut ruku’. Selanjutnya Nabi sujud, dan (hanya) mereka inilah yang ikut sujud bersama beliau. Kemudian Nabi bangkit untuk rakaat kedua, maka bangkit pula mereka yang tadi ikut sujud lalu menjaga kawan-kawan mereka, sementara kelompok yanglain datang lalu ruku’ dan sujud bersama beliau. Sedang orang-orang itu seluruhnya berada dalam satu shalat, tetapi sebagian mereka menjaga sebagian lainnya.


Cara Kedua


Adapun cara yang kedua ialah ketiak musuh tersebar di selain arah kiblat, sedang pertempuran belum terjadi. Dalam keadaan seperti ini, cara shalat yang dianjurkan ialah sebagai berikut:


1. Jamaah dibagi menjadi dua kelompok. Sekelompok berdiri menghadapi musuh. Bersiap siaga dan menjaga kawannya. Sedang kelompok lainnya menunaikan shalat jamaah bersama imam.


2. Bersama kelompok yang kedua ini, imam melakukan shalat satu rakaat. Apabila ia bangkit untuk melakukan rakaat kedua, maka kelompok ini memisahkan diridari imam, dengan menyelesaikan sendiri rakaat yang kedua, lalu pergi menggantikan kelompok yang pertama tadi berjaga-jaga.


3. Kelompok pertama datang lalu ma’mum kepada imam, -dan imam dianjurkan memperpanjang berdirinya pada rakaat kedua, agar bisa tersusul oleh kelompok ini-, lalu, imam melanjutkan shalatnya bersama kelompok ini untuk rakaat kedua, yang bagi mereka baru merupakan rakaat pertama. Oleh karena itu, apabila imam duduk untuk tasyahud, mereka justru bangkit untuk menyelesaikan rakaat kedua, kemudian menyusul imam yang masih tetap dalam tasyahudnya, menunggu mereka. Lalu salam bersama mereka.


Cara seperti ini adalah sifat shalat Rasulullah SAW pada peranga Dzatirriqa’.


Al-Bukhari (3900), dan Muslim (842) dan juga lainnya meriwayatkan dari Shalih bin Khawwat, dari seseorang yang menyaksikan Shalat Khauf yang dilakukan Rasulullah SAW pada perang Dzaturriqa’:
اَنَّ طَائِفَةً صَفَّتْ مَعَهُ، وَ طَائِفَةٌ وَجَاهُ الْعَدُوِّ، فَصَلَّى بِالَّتِى مَعَهُ رَكْعَةً، ثُمَّ ثَبَتَ قَائِمًا، وَاَتَمُّوالاَِنْفُسِهِمْ ثُمَّ انْصَرَفُوا، فَصَفُّوا وُجَاهَ الْعَدُوِّ، وَجَاءَتِ الطَائِفَةُ اْلاُخْرَى فَصَلَّى بِهِمُ الرَّكْعَةَ الَّتِى بَقِيَتْ مِنْ صَلاَتِهِ، ثُمَّ ثَبَتَ جَالِسًا، وَاَتَمُّوالاَِنْفُسِهِمْ ثُمَّ سَلَّمَ بِهِمْ


Bahwasanya satu kelompok membentuk shaf bersama beliau, sedang kelompok lainnya menghadapi musuh. Maka, beliau shalat bersama kelompok yang menyertai beliau itu satu rakaat. Kemudian beliau tetap berdiri, sementara mereka menyelesaikan (shalatnya) sendiri-sendiri, kemudian pergi lalu berbaris menghadapi musuh. Dan datanglah kelompok yanglain tadi, maka Nabi melanjutkan shalatnya bersama mereka, (menyelesaikan) rakaat yang tersisa dari shalatnya itu. Kemudian tetap duduk, sementara mereka menyempurnakan (shalatnya) sendiri-sendiri. Barulah kemudian beliau salam bersama mereka.


Anda lihat, bahwa pelaksanaan shalat dengan kedua cara seperti ini –di kala kaum muslimin menghadapi musuh- memuat salah satu gambaran betapa harus terpeliharanya shalat jamaah, sambil memelihara keselamatan kaum muslimin, waspada terhadap musuh dan berjaga-jaga menghadapi tipu-daya mereka.


Adapun keistimewaannya yang terbesar ialah agar senantiasa mengikuti Rasulullah SAW, dan memperoleh pahala dari shalat yang dilakukan bersama dalam satu jamaah, dipimpin oleh Khalifah, atau pemimpin besar, atau panglima di medan-medan pertempuran.


SITUASI KEDUA


Yatiu ketika peperangan dengan musuh telah berkecamuk, barisan-barisan telah bercampuraduk diliputi kekhawatiran yang amat sangat.


Dalam keadaan seperti ini tidak ada cara shalat tertentu. Tapi masing-masing melakukan shalat dengan cara apapun yang mungkin: berjalan kaki, naik kendaraan, berlari, berdiri, menghadap kiblat ataupun tidak. Ruku’ dan sujudnya cukup dengan isyarat, yakni dengan menggerakkan kepala yang menunjukkan ruku’ dan sujud. Isyarat sujud tentu melebihi isyarat ruku’. Jika mungkin sebagin ma’mum kepada yanglain itu lebih baik, sekalipun tempat mereka berbeda-beda, atau ma’mumnya berada di depan imam.


Allah Ta’ala berfirman;


Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. Jika kamu dalam Keadaan takut (bahaya), Maka Shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. kemudian apabila kamu telah aman, Maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Q.S. al-Baqarah: 238-239).


Al-Wustha: shalat ‘Ashar.


Kama ‘allamakum: sebagaimana Allah mengajarkan kepada kamu amaliah-amaliah shalat.


Al-Bukhari (4261) telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar RA dalam mensifati Shalat Kahuf dan setelah menceritakan tentanga kedua cara tersebut di atas, dia berkata:
وَبَعْدُ فَاِنْ كَانَ خَوْفٌ هُوَ اَشَدُّ مِنْ ذَلِكَ، صَلُّوا رِجَالاً قِيَامًا عَلَى اَقْدَامِهِمْ اَوْ رُكْبَانًا مُسْتَقْبِلِى الْقِبْلَةِ، اَوْ غَيْرَ مُسْتَقْبِلِيْهَا


Dan seterusnya, jika terjadi kekhawatiran yang lebih hebat lagi daripada itu, maka mereka shalat sambil berjalan dan berdiri dengan kaki mereka, atau berkendaraan, dengan menghadap atau tidak menghadap kiblat.


Menurut Malik, Nafi’ berkata: “Aku berpendapat, Abdullah bin Umar takkan menceritakan seperti itu, kecuali dari Rasulullah SAW”.


Sedang menurut Muslim (839):
فَصَلِّ رَاكِبًا اَوْ قَائِمًا، تُوْمِئُ اِيْمَاءً


Maka shalatlah kamu sambil berjalan atau berdiri, dengan menggunakan isyarat.


Dan dalam keadaan seperti ini, semua gerakan yang dilakukan mushalli yang disebabkan oleh situasi perang, semuanya dimaafkan, selain berbicara dan berteriak, karena tidak ada darurat yang memaksa hal itu dilakukan.


Dan apabila terkena najis yang tak bisa dimaaf, seperti darah dan semisalnya, maka shalat tetap sah, tetapi nantinya wajib diqadha ‘.


Dan ketahuilah, bahwa shalat serupa ini merupakan rukhsakh pada setiap peperangan yang diizinkan syara’, dan juga pada setiap keadaan di mana seorang mukallaf mengalami kekhawatiran hebat, seperti ketika lari dari musuh atau binatang buas dsb.


Hal yang patut diperhatikan pada disyari’atkannya cara shalat seperti ini ialah, agar pelaksanaan shalat pada waktunya yang telah ditentukan tetap terpelihara, demi mematuhi perintah Allah dalam firmannya:


Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (Q.S. an-Nisaa’: 103) 
 
source : forum al-busyro

Allahu Akbar! Anggota Navy SEAL Yang Membunuh Syaikh Osamah Cemaskan Kehidupannya Dan Keluarganya



NAVY_SEAL 

Tabi’ Dakwah Najd untuk Al-Mustaqbal.net
Anggota Navy SEAL yang membunuh Syaikh Osamah bin Laden akhirnya buka suara, saat diwawancarai majalah Esquire, Senin (11/2/13). Dia menceritakan dan mengakui bahwa pada malam itu dia telah menembak Syaikh Osamah tiga kali. Anggota Navy SEAL yang dirahasiakan identitasnya oleh majalah Esquire, mengungkapkan perannya dalam serangan berani pada Mei 2011 untuk kali pertama, serta kekhawatiran yang dia rasakan terkait keamanan keluarganya paska serangan tersebut dari aksi balas dendam Mujahidin global yang siap mengeksekusinya dan mengancam keselamatannya setiap saat.
Anggota pasukan komando itu juga mengungkapkan selain kecemasannya terkait keamanan keluarganya ada kecemasan lain yang sedang menghantuinya yaitu terkait masalah keuangan yang dialaminya sekarang. Sebagai warga sipil yang menganggur dia terancam masalah finansial karena dia meninggalkan Angkatan Laut setelah 16 tahun bertugas, dia tidak memenuhi syarat untuk mendapat pensiun. Dana pensiun hanya diberikan kepada mereka yang bertugas di Angkatan Laut setidaknya 20 tahun. “Dia telah memberikan begitu banyak hal untuk negaranya, dan sekarang dia ditinggalkan dalam debu,” kata istrinya.
Dia menceritakan saat pasukan komando Navy SEAL tiba dalam kegelapan malam di kompleks Abbottabad. Tepat di lantai tiga di salah satu bangunan di kompleks Abbottabad Syaikh Osamah sedang bersembunyi. Saat digerebek Syaikh Osamah tampak bingung dan di dekat tangan Syaikh Osamah ada senjata senapan otomatis AK-47 yang dapat diraihnya.
The Shooter (si penembak)” tersebut melanjutkan: “Dia punya senjata dalam jangkauan. Dia merupakan sebuah ancaman. Saya harus melakukan tembakan di kepala sehingga dia tidak punya kesempatan untuk meledakkan dirinya,” kata “The Shooter (si penembak)”. “Dalam sekejap, saya menembaknya, dua kali di dahi. Bap! Bap! Pada tembakan kedua, dia roboh. Dia ambruk ke lantai di depan tempat tidurnya dan saya menembaknya lagi. Bap! di tempat yang sama,” katanya.
Salah satu pelaku yang terlibat dalam serangan itu, Matt Bissonnette, menerbitkan sebuah buku berjudul No  Easy Day, tahun lalu. Buku itu memicu kemarahan para pejabat Pentagon. Mereka menuduh Bissonnette melanggar janji untuk tidak mengungkapkan informasi rahasia. Artikel Esquire menegaskan sejumlah laporan sebelumnya, termasuk satu laporan dalam No Easy Day, yang menggambarkan saat Syaikh Osama terluka parah dan ambruk di lantai, dan anggota SEAL lainnya menembaknya berulang di dada dan kaki. Biadab mereka, semoga Allah hancurkan mereka dengan tangan-tangan kita.
Sekarang “The Shooter (si penembak), telah disia-siakan Kafir Harbiy Amerika” mereka digambarkan jurnalis Esquire sebagai pahlawan anonim tanpa pensiun, asuransi kesehatan, atau keamanan tambahan untuk keluarganya. “The Man Who Killed Osama bin Laden… is Screwed”. Kata jurnalis Esquire. Sungguh kasihan mereka, mereka tidak tahu mereka berperang di jalan siapa dan untuk apa?

2013/02/10

Indonesia Budak CIA (Zionis - Amerika)


Terlibat Penyiksaan & Pemindahan Tahanan Rahasia

NEW YORK - Open Society Foundation (OSF), Selasa, 5 Februari 2013, meluncurkan hasil studi berjudul "Globalizing Torture: CIA Extraordinary Rendition and Secret Detention" (Penyiksaan Global: CIA Rahasia Penahanan dan Rendition Luar Biasa).

Studi ini menyoroti program rendition (pemindahan seseorang ke negara lain tanpa melalui proses hukum) dan penahanan rahasia yang dilakukan dinas rahasia Amerika Serikat, CIA, paska serangan teroris 11 September 2001 ke negara itu. Partner CIA dalam program rahasia ini 54 negara, termasuk Indonesia.

Negara-negara partner CIA itu berpartisipasi dalam operasi perburuan tersangka teroris ini dengan berbagai cara: ada yang menyediakan penjara di wilayah mereka;  membantu penangkapan dan pemindahan tahanan; menyediakan wilayah udara domestik dan bandaranya untuk penerbangan rahasia yang mengangkut tahanan; menyediakan informasi intelijen yang mengarah ke penahanannya. Di tahanan, mereka diperlakukan dengan aneka penyiksaan.

Partisipasi masing-masing negara dalam program ini berbagai macam. Polandia dan Lithuania mengizinkan CIA menjalankan penjara rahasia di negara mereka. Sejumlah negara Timur Tengah, Asia, dan Eropa, membantu dengan menyerahkan tahanan kepada CIA. Beberapa di antaranya melakukan penangkapan atas nama CIA. Negara-negara di Timur Tengah menginterogasi tahanan atas nama CIA, seperti yang dilakukan Yordania. Sedangkan Yunani dan Spanyol menyediakan bandaranya untuk memindahkan tahanan secara rahasia.

Inilah negara yang menjadi partner CIA dalam program rahasia tersebut: Afganistan, Albania, Aljazair, Australia, Austria, Azerbaijan, Belgia, Bosnia-Herzegovina, Kanada, Kroasia, Cyprus, Republik Ceko, Denmark, Djibouti, Mesir, Ethiopia, Finlandia, Gambia, Georgia, Jerman, Yunani, Hongkong, Islandia, Indonesia, Iran, Irlandia, Yordania, Kenya, Libya, Lithuania, Macedonia, Malawi, Malaysia, Mauritania, Moroko, Pakistan, Polandia, Portugal, Romania, Arab Saudi, Somalia, Afrika Selatan, Spanyol, Sri Lanka, Swedia, Suriah, Thailand, Turki, Uni Emirat Arab, Inggris, Uzbekistan, Yaman, dan Zimbabwe.

Apa peran Indonesia dalam program rahasia itu? Studi itu menyebutkan, setidaknya ada 3 orang yang ditangkap Intelijen Indonesia yang terkait dengan program itu: Muhammad Saad Iqbal Madni, Nasir Salim Ali Qaru, dan Omar al-Faruq. Madni ditangkap intelijen Indonesia di Jakarta, berdasarkan permintaan CIA. Ia lantas ditransfer ke Mesir. Nasir ditangkap di Indonesia tahun 2003 dan ditahan di sini sebelum ditransfer ke Yordania. Nasir selanjutnya dipindahkan ke fasilitas CIA di lokasi yang tidak diketahui sebelum akhirnya dipindahkan ke Yaman, Mei 2005. Sedangkan Faruq ditangkap di Bogor tahun 2002 sebelum ditahan di penjara rahasia CIA. Dia ditahan di Bagram, Afganistan, tapi melarikan diri, Juli 2005. Faruq mati ditembak pasukan Inggris di Basra, Irak, tahun 2006.

Dalam studi itu OSF itu disebutkan, setidaknya ada 136 orang yang dilaporkan menjadi korban operasi ini. Jumlah sebenarnya bisa jadi lebih banyak, tapi tak akan diketahui secara pasti sampai Amerika Serikat dan para mitranya membuka informasi soal ini kepada umum. Studi ini fokus pada tahanan rahasia CIA, tidak termasuk tahanan yang berada di Penjara Guantanamo, Kuba.

Laporan itu juga menuntut adanya pertanggungjawaban, baik dari Amerika Serikat maupun negara-negara yang membantunya itu. "Dengan terlibat dalam penyiksaan dan pelanggaran lain yang terkait dengan penahanan rahasia dan pemindahan tahanan tanpa proses hukum, pemerintah AS melanggar hukum domestik dan internasional, sehingga mengurangi hak moral dan mengikis dukungan untuk memerangi teroris di seluruh dunia," kata laporan OSF itu.

Studi itu menambahkan, negara-negara lain yang berpartisipasi dalam program itu juga harus ikut bertanggung jawab. Hingga kini, hanya Kanada yang telah meminta maaf atas perannya, sementara tiga negara lainnya -Australia, Inggris, dan Swedia- juga telah menawarkan kompensasi kepada individu yang menjadi korban operasi itu.

Presiden Barack Obama sudah memerintahkan untuk mengakhiri penggunaan interogasi yang keras ketika ia mulai berkantor di Gedung Putih, 2009 lalu. Tetapi OSF mengkritiknya karena masih mengizinkan adanya pemindahan tahanan tanpa proses hukum jika negara-negara tujuan itu berjanji untuk memperlakukan tahanan secara manusiawi.

CIA menolak mengomentari laporan tersebut. Direktur CIA 2006-2009 Michael Vincent Hayden, berbicara dalam pertemuan kelompok pemikir di Amerika Serikat bulan lalu, mengingat kembali apa yang ia sampaikan kepada duta besar Eropa tahun 2007. "Kami berperang dengan Al-Qaeda dan afiliasinya. Perang ini dalam lingkup global dan tanggung jawab moral dan hukum saya adalah memerangi mereka di manapun mereka berada."

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Michael Tene, belum bisa dimintai konfirmasi. Michael, yang sedang berada di Kairo, Mesir, tak bisa dihubungi. [Widad/tmp]

DPR Akan Panggil BIN Terkait 'Bantuan kepada CIA'


 













Dewan Perwakilan Rakyat pekan depan akan memanggil Badan Intelijen Negara (BIN) terkait laporan yang mengatakan Indonesia terlibat dalam membantu badan intelijen Amerika CIA untuk menahan dan menyiksa tersangka teroris di seluruh dunia setelah insiden 11 September 2001.

"Laporan tersebut tampaknya telah mendapat perhatian publik. Dengan demikian, kami akan meminta penjelasan BIN dalam sidang minggu depan," kata Mahfudz Siddiq, Ketua Komisi I DPR yang mengawasi pertahanan dan urusan luar negeri, seperti dikutip The Jakarta Post, Kamis 07/02.

Mahfudz mengatakan, badan intelijen negara belum menginformasikan kepada komisi terkait kemitraan dengan CIA.

"Kami ingin tahu detil tentang keterlibatan badan intelijen kami dengan operasi CIA, meskipun BIN bisa bekerja sama dengan lembaga-lembaga asing dalam operasi rahasia," tambah Mahfudz yang berasal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Mahfudz menjelaskan bahwa penyiksaan yang dilakukan terhadap tersangka teroris tidak boleh dilakukan, merujuk kepada Konvensi PBB yang menentang penyiksaan.

Sementara itu, juru bicara BIN Ruminta tidak mau memberikan komentar terkait berita ini saat dikonfirmasi The Jakarta Post.

Laporan setebal 213 halaman oleh  Open Society Justice Initiative (OSJI) yang berbasis di New York menunjukkan bahwa Indonesia membantu CIA dengan menangkap tersangka teroris dalam program penahanan rahasia setelah serangan 9/11.

Laporan OSJI terebut mengungkapkan bahwa mantan kepala BIN AM Hendropriyono telah menangkap tiga tersangka teroris sejak tahun 2002, dan membantu pemindahan mereka untuk dibawa ke negara lain secara diam-diam dan mendapat penyiksaan.

Laporan pertama yang diketahui terjadi pada 9 Januari 2002, ketika Hendropriyono menangkap Muhammad Saad Iqbal Madni, warga negara Pakistan-Mesir di Jakarta.

Omar al-Faruq, yang dituding sebagai perwakilan al-Qaidah di Asia Tenggara yang dikabarkan menikah dengan wanita Indonesia, juga ditangkap di Bogor, Jawa Barat, pada tahun 2002, dan kemudian dikenakan tahanan rahasia CIA di Penjara Bagram, salah satu pangkalan militer terbesar AS di Afghanistan.

Laporan itu juga menyebutkan bahwa Saleh Nasir Salim Ali Qaru alias Marwan al-Adeni juga ditangkap dan ditahan pada tahun 2003 dan dipindahkan tanpa izin dari Indonesia ke Yordania, di mana dia disiksa oleh petugas intelijen Yordania.

Hendropriyono sendiri menolak berkomentar atas laporan OSJI tersebut.

Dewan Perwakilan Rakyat pekan depan akan memanggil Badan Intelijen Negara (BIN) terkait laporan yang mengatakan Indonesia terlibat dalam membantu badan intelijen Amerika CIA untuk menahan dan menyiksa tersangka teroris di seluruh dunia setelah insiden 11 September 2001.

"Laporan tersebut tampaknya telah mendapat perhatian publik. Dengan demikian, kami akan meminta penjelasan BIN dalam sidang minggu depan," kata Mahfudz Siddiq, Ketua Komisi I DPR yang mengawasi pertahanan dan urusan luar negeri, seperti dikutip The Jakarta Post, Kamis 07/02.

Mahfudz mengatakan, badan intelijen negara belum menginformasikan kepada komisi terkait kemitraan dengan CIA.

"Kami ingin tahu detil tentang keterlibatan badan intelijen kami dengan operasi CIA, meskipun BIN bisa bekerja sama dengan lembaga-lembaga asing dalam operasi rahasia," tambah Mahfudz yang berasal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Mahfudz menjelaskan bahwa penyiksaan yang dilakukan terhadap tersangka teroris tidak boleh dilakukan, merujuk kepada Konvensi PBB yang menentang penyiksaan.

Sementara itu, juru bicara BIN Ruminta tidak mau memberikan komentar terkait berita ini saat dikonfirmasi The Jakarta Post.

Laporan setebal 213 halaman oleh  Open Society Justice Initiative (OSJI) yang berbasis di New York menunjukkan bahwa Indonesia membantu CIA dengan menangkap tersangka teroris dalam program penahanan rahasia setelah serangan 9/11.

Laporan OSJI terebut mengungkapkan bahwa mantan kepala BIN AM Hendropriyono telah menangkap tiga tersangka teroris sejak tahun 2002, dan membantu pemindahan mereka untuk dibawa ke negara lain secara diam-diam dan mendapat penyiksaan.

Laporan pertama yang diketahui terjadi pada 9 Januari 2002, ketika Hendropriyono menangkap Muhammad Saad Iqbal Madni, warga negara Pakistan-Mesir di Jakarta.

Omar al-Faruq, yang dituding sebagai perwakilan al-Qaidah di Asia Tenggara yang dikabarkan menikah dengan wanita Indonesia, juga ditangkap di Bogor, Jawa Barat, pada tahun 2002, dan kemudian dikenakan tahanan rahasia CIA di Penjara Bagram, salah satu pangkalan militer terbesar AS di Afghanistan.

Laporan itu juga menyebutkan bahwa Saleh Nasir Salim Ali Qaru alias Marwan al-Adeni juga ditangkap dan ditahan pada tahun 2003 dan dipindahkan tanpa izin dari Indonesia ke Yordania, di mana dia disiksa oleh petugas intelijen Yordania.

Hendropriyono sendiri menolak berkomentar atas laporan OSJI tersebut.

source:muslimdaily.net

Syaikh Al-Arifi: Al Qaidah Bukanlah Organisasi yang Mudah Mengkafirkan dan Menumpahkan darah

Syaikh Al-Arifi: Al Qaidah Bukanlah Organisasi yang Mudah Mengkafirkan dan Menumpahkan darah

Syaikh Muhammad Al-Arifi, guru besar di Universitas Kerajaan Su’ud, Riyadh, mengatakan orang-orang yang mengikuti organisasi Al Qaidah bukanlah orang yang mudah mengkafirkan kaum muslimin dan bukan orang yang mudah menumpahkan darah.

Dalam sebuah wawancara dengan Al Jazirah beliau berkata, “Saya bukan anggota Al Qaidah dan saya juga tidak mengadopsi pemikiran mereka, akan tetapi Allah swt berfirman, “Jika kalian berkata, berkatalah dengan adil,” jelasnya.

Beliau menambahkan, pemimpin Al Qaidah yang gugur di tangan Amerika, Syaikh Usamah bin Ladin, tidak membawa ideologi-ideologi yang dituduhkan orang-orang saat ini kepada Al Qaidah, “Syaikh Usamah bin Ladin, semoga Allah merahmatinya, tidak menanamkan ideologi-ideolongi yang saat ini dikaitkan dengan Al Qaidah,” tambahnya.

Sebelum wawancara tersebut berakhir, beliau menegaskan kembali, “Saya bukan dalam rangka membela mereka dan saya juga bukan bagian dari mereka, akan tetapi pada dasarnya kita harus adil jika kita berbicara,” tutupnya.

Sebagaimana diketahui, dunia internasional saat ini memandang organisasi Al Qaidah adalah gerakan teroris yang mudah mengkafirkan dan membunuh orang-orang tidak bersalah. Pemerintah Saudi pun, yang notabenenya adalah pemerintah Islam, menganggap Al Qaidah adalah organisasi Khowarij yang keluar dari Islam, bahkan menangkapi orang-orang yang mendukung dan simpati kepada organisasi Al Qaidah, sebagaiman pada bulan November 2012 pemerintah Saudi menjebloskan seorang aktivis karena menulis buku tentang usamah bin Ladin. [hunef]
source:an-najah.net
Syaikh Al-Arifi: Al Qaidah Bukanlah Organisasi yang Mudah Mengkafirkan dan Menumpahkan darah

Syaikh Muhammad Al-Arifi, guru besar di Universitas Kerajaan Su’ud, Riyadh, mengatakan orang-orang yang mengikuti organisasi Al Qaidah bukanlah orang yang mudah mengkafirkan kaum muslimin dan bukan orang yang mudah menumpahkan darah.

Dalam sebuah wawancara dengan Al Jazirah beliau berkata, “Saya bukan anggota Al Qaidah dan saya juga tidak mengadopsi pemikiran mereka, akan tetapi Allah swt berfirman, “Jika kalian berkata, berkatalah dengan adil,” jelasnya.

Beliau menambahkan, pemimpin Al Qaidah yang gugur di tangan Amerika, Syaikh Usamah bin Ladin, tidak membawa ideologi-ideologi yang dituduhkan orang-orang saat ini kepada Al Qaidah, “Syaikh Usamah bin Ladin, semoga Allah merahmatinya, tidak menanamkan ideologi-ideolongi yang saat ini dikaitkan dengan Al Qaidah,” tambahnya.

Sebelum wawancara tersebut berakhir, beliau menegaskan kembali, “Saya bukan dalam rangka membela mereka dan saya juga bukan bagian dari mereka, akan tetapi pada dasarnya kita harus adil jika kita berbicara,” tutupnya.

Sebagaimana diketahui, dunia internasional saat ini memandang organisasi Al Qaidah adalah gerakan teroris yang mudah mengkafirkan dan membunuh orang-orang tidak bersalah. Pemerintah Saudi pun, yang notabenenya adalah pemerintah Islam, menganggap Al Qaidah adalah organisasi Khowarij yang keluar dari Islam, bahkan menangkapi orang-orang yang mendukung dan simpati kepada organisasi Al Qaidah, sebagaiman pada bulan November 2012 pemerintah Saudi menjebloskan seorang aktivis karena menulis buku tentang usamah bin Ladin. [hunef]
source:an-najah.net